2 dari 4 halaman
News
September 30, 2019
HEADLINE: 3 Kapolda Dicopot, Warning Polisi Tak Represif dan Usut Tuntas Karhutla?
INDONESIAHARIINI Wajah baru jenderal telah mengisi tiga pos kepolisian Daerah. Mereka adalah Irjen Paulus Waterpauw yang didapuk menjadi Kapolda Papua, Irjen Agung Setya Imam Effendi sebagai Kapolda Riau, dan Brigjen Merdisyam yang menduduki jabatan Kapolda Sultra.
Ketiganya dilantik oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2019). Irjen Paulus menggantikan Irjen Rudolf Albert Rodja yang kini sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Baharkam Polri, sedangkan Irjen Agung menggantikan Irjen Widodo Eko Prihastopo yang duduk sebagai Pati Baintelkam Polri.
Kapolda yang baru itu diharapkan bisa lebih cepat mengatasi persoalan-persoalan di Papua dan Sulawesi Tenggara.
"Terima kasih atas jerih payah Kapolda sebelumnya. Upaya yang dilakukan perlu dapat apresiasi, walaupun hasilnya masih belum seperti harapan yang ideal," kata dia kepada , Senin (30/9/2019).
Andrea mengaku belum mendengar kabar tentang ancaman Kapolri terhadap anggotanya yang tak mampu menangani Karhutla. Namun begitu, ia berharap, jika Kapolda Riau itu telah melaksanakan tupoksinya secara optimal, maka tidak boleh dicopot.
"Hal ini karena pencegahan dan mengatasi Karhutla bukan tupoksi utama Polri. Kalau Kapolda sudah berusaha kuat dan optimal mengatasi karhutla dengan dukungan seadanya (SDM, Sarpras dan Anggaran), bisa jadi berpotensi perbuatan melawan hukum TUN/Administras Negara," ujar dia.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin. Dia menilai, langkah Kapolri memutasi tiga nama itu sudah tepat.
"Itu tentu tindakan tegas. Ada persoalan di daerah masing-masing harus diselesaikan. Kalau tidak, bisa berdampak ke daerah yang lainnya. Ini yang sedang dihindari Kapolri," ujar Ujang saat dihubungi , Senin (30/9/2019).
Ujang menambahkan, pencopotan tiga kapolda itu juga untuk menghindari ketidakpercayaan secara nasional terhadap institusi Bhayangkara. Hal ini menyusul derasnya desakan terhadap petinggi kepolisian daerah untuk menyelesaikan permasalahan di masing-masing wilayah.
"Kalau itu tidak dilakukan oleh (Kapolri) Tito, akan berbahaya. Ini keputusan tepat untuk memastikan kepada Kapolda lain agar bekerja maksimal ketika ada masalah di daerah masing-masing," jelas dia.
Kapolda, lanjut Ujang, adalah bawahan dari Kapolri. Kalau melakukan tindakan-tindakan di luar prosedural dan dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan dalam memimpin daerahnya, maka itu harus diganti.
"Siapa pun itu. Tidak pandang bulu. Misalnya satu angkatan kah atau senior kah, tapi ketika dia bermasalah, copot," ujar dia. Ujang menilai, jika dibiarkan akan menimbulkan disharmonisasi di internal polri. Pimpinan Polri bisa dianggap tidak adil dalam menerapkan hukuman. "Ini yang harus dihindari Kapolri," ujar Ujang. Terkait penyelesaian masalah di Wamena, Papua, Ujang menilai harus dirampungkannya melalui dua pendekatan. Yaitu budaya dan hukum."Tingkat kesukuan dan kedaerahannya tinggi. Tapi juga secara hukum harus ditegakkan. Karena berbahaya jika tidak diselesaikan akan terjadi ke daerah lain. Bisa jadi yurisprudensi bagi daerah lain untuk melukai orang. Kan berbahaya," jelas dia.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pencopotan tiga Kapolda, terutama Sultra dan Papua sebagai langkah awal yang baik. Meski begitu, harus ada proses lanjutan bagi anggota polisi yang melakukan tindakan represif.
"Harus diteruskan dengan proses hukum kepada anggota yang melakukan pidana. Karena tindakan represif untuk aksi damai menyalahi hukum dan prosedur internal Polri," ujar Ketua Umum YLBHI Asfinawati kepada , Senin (30/9/2019).
Dia menilai hingga kini belum ada tindakan tegas terhadap personel kepolisian yang melakukan tindakan represif. Karenanya, jangan kaget kalau tindakan itu akan terus ada.
"Belum ada penindakan. Makanya berulang. Sejak aksi May Day 2019, malah sejak aksi PP 78 tentang pengupahan tahun 2015," kata dia.
Terkait hukuman bagi anggota yang melakukan tindakan represif, YLBHI menilai maksimalnya dikenakan hukuman disiplin. Sedangkan mereka yang melakukan tindakan pidana, harus diproses sesuai hukum yang berlaku. "Kan katanya persamaan di depan hukum," ujar Asfina.
YLBHI mencatat, kasus represivitas aparat terhadap massa sudah berlangsung dalam beberapa momen. Seperti aksi PP Pengupahan dan aksi buruh sedunia.
"Dan itu merata di beberapa kota. Sekarang aksi May Day juga selalu dihalang-halangi enggak boleh di depan Istana. Kalaupun bisa sulit padahal dulu selalu di depan Istana dan biasa aja," ucap dia.
Ketiganya dilantik oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (30/9/2019). Irjen Paulus menggantikan Irjen Rudolf Albert Rodja yang kini sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Sabhara Baharkam Polri, sedangkan Irjen Agung menggantikan Irjen Widodo Eko Prihastopo yang duduk sebagai Pati Baintelkam Polri.
Baca Juga
Sementara Brigjen Merdisyam menggantikan Brigjen Iriyanto yang dimutasi menjadi Irwil 3 Irwasum Polri.
Mutasi tiga kapolda ini tak lepas dari beberapa masalah yang menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa hari ini. Menurut Anggota Kompolnas, Andrea Poeloengan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah memilih tiga orang yang tepat pada situasi terkini.Kapolda yang baru itu diharapkan bisa lebih cepat mengatasi persoalan-persoalan di Papua dan Sulawesi Tenggara.
"Terima kasih atas jerih payah Kapolda sebelumnya. Upaya yang dilakukan perlu dapat apresiasi, walaupun hasilnya masih belum seperti harapan yang ideal," kata dia kepada , Senin (30/9/2019).
Andrea mengaku belum mendengar kabar tentang ancaman Kapolri terhadap anggotanya yang tak mampu menangani Karhutla. Namun begitu, ia berharap, jika Kapolda Riau itu telah melaksanakan tupoksinya secara optimal, maka tidak boleh dicopot.
"Hal ini karena pencegahan dan mengatasi Karhutla bukan tupoksi utama Polri. Kalau Kapolda sudah berusaha kuat dan optimal mengatasi karhutla dengan dukungan seadanya (SDM, Sarpras dan Anggaran), bisa jadi berpotensi perbuatan melawan hukum TUN/Administras Negara," ujar dia.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin. Dia menilai, langkah Kapolri memutasi tiga nama itu sudah tepat.
"Itu tentu tindakan tegas. Ada persoalan di daerah masing-masing harus diselesaikan. Kalau tidak, bisa berdampak ke daerah yang lainnya. Ini yang sedang dihindari Kapolri," ujar Ujang saat dihubungi , Senin (30/9/2019).
Ujang menambahkan, pencopotan tiga kapolda itu juga untuk menghindari ketidakpercayaan secara nasional terhadap institusi Bhayangkara. Hal ini menyusul derasnya desakan terhadap petinggi kepolisian daerah untuk menyelesaikan permasalahan di masing-masing wilayah.
"Kalau itu tidak dilakukan oleh (Kapolri) Tito, akan berbahaya. Ini keputusan tepat untuk memastikan kepada Kapolda lain agar bekerja maksimal ketika ada masalah di daerah masing-masing," jelas dia.
Kapolda, lanjut Ujang, adalah bawahan dari Kapolri. Kalau melakukan tindakan-tindakan di luar prosedural dan dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan dalam memimpin daerahnya, maka itu harus diganti.
"Siapa pun itu. Tidak pandang bulu. Misalnya satu angkatan kah atau senior kah, tapi ketika dia bermasalah, copot," ujar dia. Ujang menilai, jika dibiarkan akan menimbulkan disharmonisasi di internal polri. Pimpinan Polri bisa dianggap tidak adil dalam menerapkan hukuman. "Ini yang harus dihindari Kapolri," ujar Ujang. Terkait penyelesaian masalah di Wamena, Papua, Ujang menilai harus dirampungkannya melalui dua pendekatan. Yaitu budaya dan hukum."Tingkat kesukuan dan kedaerahannya tinggi. Tapi juga secara hukum harus ditegakkan. Karena berbahaya jika tidak diselesaikan akan terjadi ke daerah lain. Bisa jadi yurisprudensi bagi daerah lain untuk melukai orang. Kan berbahaya," jelas dia.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pencopotan tiga Kapolda, terutama Sultra dan Papua sebagai langkah awal yang baik. Meski begitu, harus ada proses lanjutan bagi anggota polisi yang melakukan tindakan represif.
"Harus diteruskan dengan proses hukum kepada anggota yang melakukan pidana. Karena tindakan represif untuk aksi damai menyalahi hukum dan prosedur internal Polri," ujar Ketua Umum YLBHI Asfinawati kepada , Senin (30/9/2019).
Dia menilai hingga kini belum ada tindakan tegas terhadap personel kepolisian yang melakukan tindakan represif. Karenanya, jangan kaget kalau tindakan itu akan terus ada.
"Belum ada penindakan. Makanya berulang. Sejak aksi May Day 2019, malah sejak aksi PP 78 tentang pengupahan tahun 2015," kata dia.
Terkait hukuman bagi anggota yang melakukan tindakan represif, YLBHI menilai maksimalnya dikenakan hukuman disiplin. Sedangkan mereka yang melakukan tindakan pidana, harus diproses sesuai hukum yang berlaku. "Kan katanya persamaan di depan hukum," ujar Asfina.
YLBHI mencatat, kasus represivitas aparat terhadap massa sudah berlangsung dalam beberapa momen. Seperti aksi PP Pengupahan dan aksi buruh sedunia.
"Dan itu merata di beberapa kota. Sekarang aksi May Day juga selalu dihalang-halangi enggak boleh di depan Istana. Kalaupun bisa sulit padahal dulu selalu di depan Istana dan biasa aja," ucap dia.
Janji Tiga Kapolda Baru
Usai mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, ketiga Kapolda langsung siap menjalankan tugas. Mereka akan menaati segala peraturan perundangan dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya.
Irjen Agung Setya Imam Effendi selaku Kapolda Riau mengaku siap menangani kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih terus menjadi sorotan, bahkan dari dunia internasional.
"Ya kita tentu lanjutkan upaya yang sudah ada, tingkatkan lagi. Tapi kalau kita kan sama-sama dengan yang lain," ujar Agung di Mabes Polri, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Menurut Agung, pihaknya akan menyusun program bersama-sama dengan pihak terkait untuk menangani karhutla. Namun begitu, strategi yang sudah dipetakan di awal akan tetap menjadi bahan acuan dan evaluasi.
"Tapi pertama lanjutkan yang sudah ada," jelas dia.
Agung juga akan segera mendalami upaya penegakan hukum bagi para pelaku karhutla. Baik itu tersangka perorangan maupun korporasi. "Nanti saya mempelajari lagi ya," kata Agung.
Sementara Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam mengaku tak masalah dengan aksi demonstrasi massa yang terjadi belakangan ini. Bahkan Ia akan memberikan ruang unjuk rasa karena dijamin undang-undang.
"Tapi juga harus memperhatikan syarat-syarat dalam demo dan tidak mengganggu ketertiban umum lainnya. Silakan disampaikan sesuai mekanisme yang ada. Dan tentunya apa yang menjadi harapan dan tuntutan dari pendemo kita salurkan," ujar dia.
Dia menegaskan, terkait tewasnya dua mahasiswa di Kendari, proses hukumnya sudah berjalan. Merdisyam menegaskan, tak ada yang ditutup-tutupi terkait penyelesaian kasus ini.
"Proses yang sudah dilakukan secara terbuka dan kita berupaya keras hingga dapat mengungkap kasus ini," ujar Merdisyam.
Dia menegaskan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menyampaikan tentang protap dalam menghadapi aksi massa. Personel Polri juga diminta menggunakan cara-cara persuasif.
"Jangankan peluru tajam, peluru karet pun tidak diperkenankan. Sudah disampaikan. Setiap kegiatan sudah diingatkan dan dilakukan pengecekan," ujar dia.
Sementara itu terkait kondisi Wamena yang memanas saat ini, Kapolda Papua yang baru, Irjen Paulus Waterpauw menegaskan akan memprioritas masalah ini untuk diselesaikan. Semua stakeholder di Papua akan diajak turun tangan untuk memecahkannya.
"Itu yang mau kita tangani dulu. Setelah itu yang lain-lain," ucap dia.
Usai konflik Wamena diselesaikan, kata Merdisyam, selanjutnya akan ditangani para korban mulai yang sakit hingga meninggal.
"Kemudian yang lain adalah pengungsi, baik di Wamena maupun di sekitar Jayapura, Sentani. Itu yang akan kami tangani dulu bersama Pemda, kemudian stakeholder yang ada. Kemudian setelah itu kita lanjutkan dengan upaya-upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi dan sebagainya. Saya pikir itu yang utama ya," ujar dia.
"Ya kita tentu lanjutkan upaya yang sudah ada, tingkatkan lagi. Tapi kalau kita kan sama-sama dengan yang lain," ujar Agung di Mabes Polri, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Menurut Agung, pihaknya akan menyusun program bersama-sama dengan pihak terkait untuk menangani karhutla. Namun begitu, strategi yang sudah dipetakan di awal akan tetap menjadi bahan acuan dan evaluasi.
"Tapi pertama lanjutkan yang sudah ada," jelas dia.
Agung juga akan segera mendalami upaya penegakan hukum bagi para pelaku karhutla. Baik itu tersangka perorangan maupun korporasi. "Nanti saya mempelajari lagi ya," kata Agung.
Sementara Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam mengaku tak masalah dengan aksi demonstrasi massa yang terjadi belakangan ini. Bahkan Ia akan memberikan ruang unjuk rasa karena dijamin undang-undang.
"Tapi juga harus memperhatikan syarat-syarat dalam demo dan tidak mengganggu ketertiban umum lainnya. Silakan disampaikan sesuai mekanisme yang ada. Dan tentunya apa yang menjadi harapan dan tuntutan dari pendemo kita salurkan," ujar dia.
Dia menegaskan, terkait tewasnya dua mahasiswa di Kendari, proses hukumnya sudah berjalan. Merdisyam menegaskan, tak ada yang ditutup-tutupi terkait penyelesaian kasus ini.
"Proses yang sudah dilakukan secara terbuka dan kita berupaya keras hingga dapat mengungkap kasus ini," ujar Merdisyam.
Dia menegaskan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menyampaikan tentang protap dalam menghadapi aksi massa. Personel Polri juga diminta menggunakan cara-cara persuasif.
"Jangankan peluru tajam, peluru karet pun tidak diperkenankan. Sudah disampaikan. Setiap kegiatan sudah diingatkan dan dilakukan pengecekan," ujar dia.
Sementara itu terkait kondisi Wamena yang memanas saat ini, Kapolda Papua yang baru, Irjen Paulus Waterpauw menegaskan akan memprioritas masalah ini untuk diselesaikan. Semua stakeholder di Papua akan diajak turun tangan untuk memecahkannya.
"Itu yang mau kita tangani dulu. Setelah itu yang lain-lain," ucap dia.
Usai konflik Wamena diselesaikan, kata Merdisyam, selanjutnya akan ditangani para korban mulai yang sakit hingga meninggal.
"Kemudian yang lain adalah pengungsi, baik di Wamena maupun di sekitar Jayapura, Sentani. Itu yang akan kami tangani dulu bersama Pemda, kemudian stakeholder yang ada. Kemudian setelah itu kita lanjutkan dengan upaya-upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi dan sebagainya. Saya pikir itu yang utama ya," ujar dia.
3 dari 4 halaman
Alasan Mutasi 3 Kapolda
"Sebagai tour of duty and tour of area, penyegaran, promosi dan dalam rangka peningkatan performa kinerja organisasi menuju SDM unggul dan promoter," kata Dedi kepada wartawan, Jumat 27 September 2019.
Mutasi itu tertuang dalam surat telegram Kapolri Nomor: ST/2569/IX/KEP/2019 ter tanggal Jumat (27/9/2019). Surat ditandatangani AS SDM Kapolri Irjen Eko Indra Heri S.
Pergantian pucuk pimpinan kepolisian daerah disebutkan adanya masalah yang belum terselesaikan. Seperti di Riau yang terjadi kebakaran hutan dan lahan. Karhutla ini juga berimbas munculnya kabut asap parah.
Kapolri sempat mengisyaratkan pergantian pejabat di lingkungan Polri usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Novotel, Pekanbaru, Riau, Senin 16 September 2019.
"Kalau seandainya di Polda dari penilai ada yang tidak terkendali dan tidak ada upaya maksimal apalagi penangkapan nggak ada, out. Mau Kapolda, Kapolres, Kapolsek, out. Tim sudah dibentuk dan bergerak mulai hari ini," ujar Tito.
Sementara di Sultra, dua mahasiswa Unversitas Halu Oleo tewas usai demonstrasi menolak RUU kontroversial di gedung DPRD Sultra. Immawan Randi tewas tertembak. Sedangkan Muhammad Yusuf tewas karena terkena benda tumpul di kepala.
Gelombang protes bermunculan akibat kejadian itu. Salah satu tuntutan massa, yakni meminta Kapolda Sultra Brigjen Irianto dicopot.
Sedangkan di Papua, juga terjadi gelombang kericuhan. Hingga hari ini, tercatat 33 orang meninggal akibat kericuhan di Wamena.
Mutasi itu tertuang dalam surat telegram Kapolri Nomor: ST/2569/IX/KEP/2019 ter tanggal Jumat (27/9/2019). Surat ditandatangani AS SDM Kapolri Irjen Eko Indra Heri S.
Pergantian pucuk pimpinan kepolisian daerah disebutkan adanya masalah yang belum terselesaikan. Seperti di Riau yang terjadi kebakaran hutan dan lahan. Karhutla ini juga berimbas munculnya kabut asap parah.
Kapolri sempat mengisyaratkan pergantian pejabat di lingkungan Polri usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Novotel, Pekanbaru, Riau, Senin 16 September 2019.
"Kalau seandainya di Polda dari penilai ada yang tidak terkendali dan tidak ada upaya maksimal apalagi penangkapan nggak ada, out. Mau Kapolda, Kapolres, Kapolsek, out. Tim sudah dibentuk dan bergerak mulai hari ini," ujar Tito.
Sementara di Sultra, dua mahasiswa Unversitas Halu Oleo tewas usai demonstrasi menolak RUU kontroversial di gedung DPRD Sultra. Immawan Randi tewas tertembak. Sedangkan Muhammad Yusuf tewas karena terkena benda tumpul di kepala.
Gelombang protes bermunculan akibat kejadian itu. Salah satu tuntutan massa, yakni meminta Kapolda Sultra Brigjen Irianto dicopot.
Sedangkan di Papua, juga terjadi gelombang kericuhan. Hingga hari ini, tercatat 33 orang meninggal akibat kericuhan di Wamena.